Teori Tentang Masalah Kejiwaan
Gangguan jiwa
adalah gangguan dalam : cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi
(affective), tindakan (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat dikatakan
bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal,
baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut
dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa (Neurosa) dan Sakit jiwa
(psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting
diantaranya adalah: ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (Convulsive), hysteria, rasa lemah,
tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dsb.
Banyak sekali
jenis gangguan dalam cara berpikir (cognitive). Untuk memudahkan memahaminya
para ahli mengelompokan kognisi menjadi 6 bagian seperti sensasi, persepsi,
perhatian, ingatan, asosiasi pikiran kesadaran. Masing-masing memiliki kelainan
yang beraneka ragam. Contoh gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar
(mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik
genting, membakar rumah dsb. padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan
suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu
sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat diarasakan. Hal ini sering disebut
halusinasi, pasien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan
sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Contoh gangguan
kemauan: pasien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan
atau memulai tingkah laku. Pasien susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri
sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan. Banyak sekali jenis
gangguan kemauan ini mulai dari sering mencuri barang yang mempunyai arti
simbolis sampai melakukan sesuatu yang bertentangan dengan yang diperintahkan
(negativime)
Contoh gangguan
emosi: pasien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Pasien
merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung
karno dsb. Tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak
berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
Contoh gangguan
psikomotor : Hiperaktivitas, pasien melakukan pergerakan yang berlebihan naik
ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan
apa-apa yang tidak disuruh atu menentang apa yang disuruh, diam lama tidak
bergerak atau melakukan gerakan aneh.
sumber :
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:SOIt0bJ7-tsJ:resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/mencegah%2520gangguan%2520jiwa%2520mulai%2520dari%2520keluarga%2520kita.pdf+dasar+teori+gangguan+jiwa&hl=en&pid=bl&srcid=ADGEEShCJUWG_eCVv0knX_VO9u_R-EhD3m68c8pW46dJrD4IGRyF2d42DWOSgQck77FCGiYQWFeaHomnmg9m3vyqj52zdTpaKPayfV5Q_0Xfn0J5PRVB2RbqNRyE7jO0El8gwna6RhUR&sig=AHIEtbTgw5uxcWC0Io0bYrUebGgXb976ew
Sedikit Artikel Tentang Pembahasan
Masalah Kejiwaan
Krisis ekonomi
yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya jumlah penderita penyakit
jiwa, terutama gangguan kecemasan. Meditasi dipandang sebagai salah satu solusi
mengatasinya.
Berbagai macam krisis yang terjadi sebenarnya bukan krisis ekonomi sebagai pangkal masalahnya, melainkan mendasar pada kesehatan mental bangsa ini sendiri. Minimnya perhatian terhadap kesehatan mental bangsa termanifestasi dalam begitu banyak masalah yang disebut krisis multidimensional. Pernyataan ini dinyatakan dengan jelas oleh dr. Danardi Sosrosumihardjo, Sp.K.J., dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam konferensi pers Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa ke-2, yang bertema “Kesehatan Jiwa Masyarakat, Kesehatan Jiwa Bangsa,” pada hari Kamis (9/ 10) di Jakarta.
Berbagai macam krisis yang terjadi sebenarnya bukan krisis ekonomi sebagai pangkal masalahnya, melainkan mendasar pada kesehatan mental bangsa ini sendiri. Minimnya perhatian terhadap kesehatan mental bangsa termanifestasi dalam begitu banyak masalah yang disebut krisis multidimensional. Pernyataan ini dinyatakan dengan jelas oleh dr. Danardi Sosrosumihardjo, Sp.K.J., dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam konferensi pers Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa ke-2, yang bertema “Kesehatan Jiwa Masyarakat, Kesehatan Jiwa Bangsa,” pada hari Kamis (9/ 10) di Jakarta.
Pernyataan ini
bukanlah tanpa dasar. Krisis ekonomi yang terus berkepanjangan ternyata
meninggalkan kisah-kisah menyedihkan dengan meningkatnya jumlah penderita
ganngguan jiwa, terutama jenis anxietas (gangguan kecemasan). Gejala gangguan
kesehatan mental yang mencakup mulai dari gangguan kecemasan, depresi, panik
hingga gangguan jiwa yang berat seperti Schizoprenia hingga pada tindakan bunuh
diri, semakin mewabah di tengah masyarakat. Dari sekian jumlah penderita yang
ada baru 8% yang mendapatkan pengobatan yang memadai. Sedangkan selebihnya
tidak tertangani.
Masalah gangguan
jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini ternyata terjadi hampir
di seluruh negara di dunia. WHO (World Health Organization) badan dunia PBB
yang menangani masalah kesehatan dunia, memandang serius masalah kesehatan
mental dengan menjadikan isu global WHO. WHO mengangkat beberapa jenis gangguan
jiwa seperti Schizoprenia, Alzheimer, epilepsy, keterbelakangan mental dan
ketergantungan alkohol sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian.
Di Indonesia
jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah cukup memprihatinkan, yakni mencapai
6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk. Berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) pada tahun 1985 yang dilakukan terhadap
penduduk di 11 kotamadya oleh Jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia,
ditemukan 185 per 1.000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala
gangguan kesehatan jiwa baik yang ringan maupun berat. Dengan analogi lain
bahwa satu dari lima penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa dan mental.
Sebuah fenomena angka yang sangat mengkhawatirkan bagi sebuah bangsa.
Timbulnya Gangguan Jiwa
Dokter Heriani, Sp.K.J., seorang dokter ahli jiwa dari RSCM Jakarta, menjelaskan bahwa ada tiga faktor gangguan kejiwaan, yakni biologis, psychoeducational dan sosial budaya. “Ketiga hal ini secara umum menjadi basic timbulnya gangguan jiwa pada seseorang. Gangguan jiwa akan langsung muncul apabila terpicu oleh beberapa sebab, stressor, misalnya tertimpa musibah, mengidap penyakit maupun faktor sosial lain,” jelas dr. Heriani kepada Era Baru.
Timbulnya Gangguan Jiwa
Dokter Heriani, Sp.K.J., seorang dokter ahli jiwa dari RSCM Jakarta, menjelaskan bahwa ada tiga faktor gangguan kejiwaan, yakni biologis, psychoeducational dan sosial budaya. “Ketiga hal ini secara umum menjadi basic timbulnya gangguan jiwa pada seseorang. Gangguan jiwa akan langsung muncul apabila terpicu oleh beberapa sebab, stressor, misalnya tertimpa musibah, mengidap penyakit maupun faktor sosial lain,” jelas dr. Heriani kepada Era Baru.
Masing-masing
orang memiliki perbedaan dalam penyebabnya. Ketiga faktor tersebut mempunyai
keterkaitan satu sama lain. Orang yang mempunyai faktor keturunan (genetik)
atau biologis, sejak lahir jiwanya sudah rentan sehingga mudah goncang jika
menghadapi masalah, orang sering menyebutnya gila turunan. Masalah dalam
konteks ini bisa berarti masalah ringan maupun masalah yang berat. Tentu saja
apabila menghadapi malapetaka yang berat, mental yang bagaimanapun kuatnya
pasti akan mengalami goncangan, misalnya saja tragedi ledakan bom di Hotel
Marriot. Sangatlah wajar setiap orang akan tergoncang mentalnya dan tentu saja
meninggalkan trauma panjang yang mempengaruhi keadaan jiwanya.
Gangguan jiwa
dapat pula timbul terpicu oleh faktor psychoeducational. Faktor ini terjadi
karena adanya kesalahan dalam proses pendidikan anak sejak kecil, mekanisme
diri dalam memecahkan masalah. Konflik-konflik di masa kecil yang tidak
terselesaikan, perkembangan yang terhambat serta tiap fase perkembangan yang
tidak mampu dicapai secara optimal dapat memicu gangguan jiwa yang lebih parah.
“Seorang anak yang sering dikasari, disiksa, dan perlakuan buruk lainnya akan
terpengaruh jiwanya. Sikap keadaan yang diterimanya akan menimbulkan ketakutan
yang berkepanjangan,” kata dr. Heriani.
Indikasinya adalah
tingkah lakunya di luar kebiasaan orang normal, setiap tindakannya membahayakan
dirinya sendiri maupun orang lain. Ia terhalusinasi oleh suara-suara yang
mempengaruhinya. Hal ini yang mengakibatkan penderita ini menjadi agresif, suka
mengamuk dan membanting-banting barang. Gangguan jiwa semacam ini termasuk ke
dalam tingkat gangguan jiwa berat.
Faktor sosial atau
lingkungan juga dapat berperan bagi timbulnya gangguan jiwa, misalnya budaya,
kepadatan populasi hingga peperangan. Jika lingkungan sosial baik, sehat tidak
mendukung untuk mengalami gangguan jiwa maka seorang anak tidak akan terkena
gangguan jiwa. Demikian pula sebaliknya. Gangguan jiwa tidak dapat menular,
tetapi mempunyai kemungkinan dapat menurun dari orang tuanya. Namun hal ini
tidak berlaku secara absolut.
MEDITASI SEBAGAI
ALTERNATIF
Seiiring dengan meningkatnya tekanan hidup terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, yang menyebabkan orang mudah stres dan emosional, banyak orang yang mulai melirik dan mengikuti latihan meditasi untuk mendapatkan ketenangan jiwa dan juga kesehatan. Sejumlah latihan meditasi mulai berkembang dengan pesatnya. Salah satunya adalah latihan meditasi ala Falun Gong yang berasal dari China.
Seiiring dengan meningkatnya tekanan hidup terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, yang menyebabkan orang mudah stres dan emosional, banyak orang yang mulai melirik dan mengikuti latihan meditasi untuk mendapatkan ketenangan jiwa dan juga kesehatan. Sejumlah latihan meditasi mulai berkembang dengan pesatnya. Salah satunya adalah latihan meditasi ala Falun Gong yang berasal dari China.
Memang, metode
meditasi secara medis diyakini menjadi salah satu cara untuk menangani masalah
kejiwaan. Dengan meditasi dimungkinkan seseorang dapat memperoleh ketenangan,
kestabilan emosi, sehingga secara psikis keadaannya akan lebih baik. “Biasanya
orang yang mengalami gangguan jiwa, kendali napasnya tidak bagus, napas
terburu-buru. Dengan latihan pernapasan yang benar maka akan diperoleh
kestabilan napas, lebih tenang dan terkendali,” jelas dr. Heriani.
Sebenarnya
gangguan jiwa muncul secara psikologis, orang mempunyai daya tahan atau
kekuatan mental yang berlainan. Kekuatan mental ini yang membedakan tingkat gangguan
jiwa dalam membentengi diri dari “musuh” jiwa. Musuh di sini misalkan saja
semacam kecemasan, depresi, kepanikan yang akan menyebabkan keadaan stressing,
keadaan jiwa yang tergoncang. Di sinilah peran meditasi memiliki kemampuan
dalam mengendalikan psikologi orang. Sebab pada dasarnya orang yang mengalami
masalah kejiwaan, sisi psikisnya terganggu, ini dapat tersembuhkan dengan cara
mengembalikan sisi psikis atau mental kepada keadaan normal.
Pengobatan dengan
metode meditasi juga dipercaya oleh dr. Danardi Sostrosumihardjo. Menurutnya,
pada dasarnya di samping dengan menggunakan obat-obatan medis, ada dua tahapan
psikologis dalam proses penyembuhan pasien mengalami gangguan kejiwaan, yakni
relaksasi dan meditasi. Relaksasi bermanfaat untuk mengendurkan ketegangan
saraf-saraf, urat-urat yang terpacu dalam aktivitas sehari-hari. “Relaksasi
merupakan proses atau tahapan awal, organ-organ tubuh membutuhkan istirahat
agar memperoleh kesegaran kembali,” jelas dokter jiwa dari RSCM ini kepada Era
Baru. Meditasi merupakan tahapan yang kedua. Dalam tahap ini kondisi pikiran
dan tubuh akan mencapai suatu kondisi ketenangan jiwa dan kebugaran tubuh.
Hal yang sama
ditegaskan oleh Prof. Dr. Luh Ketut Suryani, seorang guru besar di Universitas
Udayana Bali. Meditasi diyakini mampu berperan dalam mencapai kesehatan yang
lebih baik. Menurutnya, meditasi merupakan jembatan yang menghubungkan konsep
pemahaman kemampuan spiritual dengan ilmu kedokteran. Kedua konsep tersebut
tidaklah bertentangan. Pengetahuan spiritual berpandangan bahwa kekuatan
manusia yang tertinggi yang mengatur mind dan body dalam otak. Sedangkan ilmu
psikiatri modern mengajarkan kemampuan manusia yang tertinggi terletak pada
otak yang mengatur fisik dan mental. Secara medis dapat dikatakan bahwa meditasi
yang dilakukan secara teratur akan merangsang tubuh untuk menyembuhkan diri
sendiri. Dengan meditasi dimungkinkan terjadinya hemeostatik atau keseimbangan
dalam otak. Hipotalamus sebagai sentral otak akan bereaksi untuk meningkatkan
fungsi kerja hormon. Dalam kondisi dan keadaan yang demikian antibodi tubuh
akan bekerja secara optimal.
Dengan meditasi,
lanjut Suryani, kita akan memperoleh kekuatan sehingga dapat mempertajam
perasaan, meningkatkan vitalitas dan energi, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit, serta menguatkan jiwa. Orang yang mampu menggunakan kemampuan
spiritnya dengan baik akan mampu mengatasi permasalahan di luar logikanya.
Untuk lebih mengoptimalkan kemampuan spirit ini maka meditasi merupakan satu
metode peningkatan diri dalam hubungannya dengan spiritual hingga tercapai
keseimbangan tubuh dan jiwa. Dengan jiwa yang sehat maka tubuh pun akan sehat
pula.
Daftar Pustaka
http://satyaariyono.wordpress.com/2012/03/26/tahap-tahap-gangguan-kejiwaan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar