Ketika
pulang dari surabaya Kereta Argo angrek yang saya tumpangi dari Stasiun Pasar
turi surabaya perlahan-lahan memasuki stasiun Jatinegara. Para penumpang yang
akan turun di Jatinegara saya lihat sudah bersiap-siap di depan pintu, karena
sudah di jemput oleh keluarga. suasana jatinegara penuh sesak seperti biasa.
Sementara
itu, dari jendela, saya lihat beberapa orang porter/buruh angkut berlomba lebih
dulu masuk ke kereta yang masih melaju. Mereka berpacu dengan kereta, persis
dengan kehidupan mereka yang terus berpacu dengan tekanan kehidupan kota
Jakarta. Saat kereta benar-benar berhenti, kesibukan penumpang yang turun dan
porter yang berebut menawarkan jasa kian kental terasa. Sementara di luar
kereta saya lihat kesibukan kaum urban yang akan menggunakan kereta. Mereka
kebanyakan berdiri,karena fasilitas tempat duduk kurang memadai. Sebuah lagu
lama PT. KAI yang selalu dan selalu diputar dengan setia.
Tiba-tiba
terdengar suara anak kecil membuyarkan keasyikan saya mengamati perilaku
orang-orang di Jatinegara. Saya lihat seorang bocah berumur sekitar 10 tahun
berdiri disamping saya. Kondisi fisiknya menggambarkan tekanan kehidupan yang
berat baginya.
Kulitnya
hitam dekil dengan baju kumal dan robek-robek disana-sini. Tubuhnya kurus
kering tanda kurang gizi. “Ya?” Tanya saya kepada anak itu karena saya tadi
konsentrasi saya melihat orang-orang di luar kereta. “Maaf, apakah air minum
itu sudah tidak bapak butuhkan ?” katanya dengan penuh sopan sambil jarinya
menunjuk air minum di atas tempat makanan dan minum samping jendela. Pandangan
saya segera mengikuti arah telunjuk si bocah. Oh, air minum dalam kemasan gelas
dari katering kereta yang tidak saya minum. Saya bahkan sudah tidak peduli sama
sekali dengan air itu. Semalam saya hanya minta air minum dalam kemasan gelas
untuk jaga-jaga dan menolak nasi yang diberikan oleh pramugara. Perut saya
sudah cukup terisi dengan makan di rumah.
“Tidak.
Mau ? Nih…” kata saya sambil memberikan air minum kemasan gelas kepada bocah
itu. Diterimanya air itu dengan senyum simpul. Senyum yang tulus.
Beberapa
menit kemudian, saya lihat dari balik jendela kereta, bocah tadi berjalan beririringan
dengan 3 orang temannya. Masing-masing membawa tas kresek di tangannya. Ke
empat anak itu kemudian duduk melingkar dilantai emplasemen. Mereka duduk
begitu saja. Mereka tidak repot-repot membersihkan lantai yang terlihat kotor.
Masing- masing kemudian mengeluarkan isi tas kresek masing-masing.
Setelah
saya perhatikan, rupanya isinya adalah “harta karun” yang mereka temukan di
atas kereta. Saya lihat ada roti yang tinggal separoh, jeruk medan, juga
separuh; sisa nasi catering kereta, dan air minum dalam kemasan gelas !
Selanjutnya
dengan rukun mereka saling berbagi “harta karun” temuan mereka dari kereta.
Saya lihat bocah paling besar menciumi nasi bekas catering kereta untuk
memastikan apakah sudah basi atau belum. Tanpa menyentuh sisa makanan, kotak
nasi itu kemudian disodorkan pada temannya. Oleh temannya, nasi sisa tersebut
juga dibaui. Kemudian, dia tertawa dengan penuh gembira sambil mengangkat
tinggi-tinggi sepotong paha ayam goreng. Saya lihat, paha ayam goreng itu sudah
tidak utuh. Nampak jelas bekas gigitan seseorang.
Tapi
si bocah tidak peduli, dengan lahap paha ayam itu dimakannya. Demikian juga
makanan sisa lainnya. Mereka makan dengan penuh lahap. Sungguh, sebuah “pesta”
yang luar biasa. Pesta kemudian diakhiri dengan berbagi air minum dalam kemasan
gelas !
Menyaksikan
itu semua, saya jadi tertegun. Saya lihat sendiri persis di depan mata, potret
anak-anak kurang beruntung yang mencoba bertahan dari kerasnya kehidupan.
Nampaknya hidup mereka adalah apa yang mereka peroleh hari itu. Hidup adalah
hari ini. Esok adalah mimpi dan misteri.
Cita-cita
?
Masa Depan ? Lebih absurd lagi.
Masa Depan ? Lebih absurd lagi.
Bagi
saya pribadi, pelajaran berharga yang saya petik adalah, bahwa saya harus makin
pandai bersyukur atas segala rejeki dan nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Dan
tidak lagi memandang sepele hal yang nampak sepele, seperti misalnya: air minum
kemasan gelas. Karena bisa jadi sesuatu yang bagi kita sepele, bagi orang lain
sangat berarti.